Enaknya jadi orang bodoh

Anda kenal IQ?,
Apakah anda pernah melakukan tes kecerdasan (IQ)?
Jika anda termasuk ber IQ tinggi maka syukurilah karena anda akan memperoleh predikat pintar, lebih tinggi lagi anda akan berpredikat genius.
h
Tapi jika anda memperoleh IQ dibawah rata-rata seperti saya (karena gobloknya, ukuran IQ  saja tidak saya ketahui sehingga tidak saya sertakan dalam tulisan ini, apalagi sampai sekarang kepanjangan IQ pun masih sering kulupakan) maka siap-siaplah memperoleh predikat bodoh.

Dulu, saya belum menyadari jika saya bodoh. Saya kira saya hanya cepat lupa, sehingga orang malas bertanya atau mengajak mendiskusikan hal-hal sulit karena jawaban saya selalu sama, “Saya lupa, padahal
pernah saya tahu hal itu”.


Pada saat sekolah dulu, setiap kali guru matematika memberi soal maka untuk menghindarkan diri diberi penghargaan ke papan tulis menyelesaikan soal, saya keluarkan jurus lupa terlebih dahulu “Pak, izin keluar pak, saya lupa buku saya di Perpustakaan. “Minggu depan,”Pak, izin keluar pak, saya lupa kalau tadi saya dipanggil Bapak Kepala sekolah”.

Minggu depannnya lagi, “Pak izin keluar pak, saya lupa kalau Bapak masuk hari ini”. Jika saya pikir, jadi orang idiot (atau bodoh ya?, susahnya jadi orang bodoh, kedua kata ini saja tidak diketahui bedanya) sebenarnya jauh lebih menguntungkan dari pada jadi orang pintar. Ini tidak berarti saya punya pengalaman jadi orang pintar tapi lantas tiba-tiba bodoh karena kepala saya kejatuhan buah kelapa.

Orang bodoh punya bakat dan kelebihan yang tidak dimiliki orang pintar manapun, bahkan kebodohan itu dapat menyebabkannya jadi orang kaya dan terkenal. Tengoklah para pelawak.Makin bodoh dan goblok seorang pelawak maka dia akan semakin terkenal dan kaya. Tukul terkenal dengan slogan “kembali ke laptop”adalah sebuah fenomena bagaimana orang yang tidak cukup pintar bisa terkenal dan kaya.

Mungkin saja dalam kehidupan nyata, Tukul Arwana tidak segoblok tampilannya saat menjadi pembawa acara namun andai dia sedikit terlihat lebih pandai dari keadaannya sekarang maka yakinlah Tukul tidak akan laku lagi.Orang bodoh punya banyak kawan. Saya teringat saat Professor (Namanya saya lupa lagi, cuma bukunya saya ingat, judulnya “Menking Sratejit Desisiong”.

Akhirnya ada juga judul buku yang saya hapal, wuih…bangganya) bertanya pada sebuah kuliah perdana. “Siapa diantara mahasiswa di sini yang pernah tinggal kelas?” Semua mahasiswa yang rata-rata adalah intelektual, sarjana dan pintar-pintar tidak ada yang menjawab. “Saya tanya lagi, siapa diantara mahasiswa di sini yang pernah tinggal kelas?” Desak Pak Professor.

Tiba-tiba seorang mahasiswa yang memang tampak goblok duduk di pojok, di atas bangku bobrok, berpenampilan seronok mengacungkan telunjuk tangannya yang berkuku jorok, “Saya Paaaak.”
” Ha, sudah saya duga, pasti kamu. Ayo ceritakan “. Tuntut Pak Professor yang ternyata sejak masuk ruang kuliah telah memperhatikan nyaris mencurigai mahasiwa dekil itu.

“Ya pak, saya pak…Saya 8 tahun pak, di SD Pak. 4 tahun pak di SMP pak. 3 tahun pak di SMA dan akhirnya setelah 8 tahun pak, akhirnya saya sukses memperoleh titel sarjana, Pak”. Kata mahasiswa itu
lantang namun terbata-bata. “Apa titel sarjanamu” balik Professor “S.Pd, Pak, sebenarnya sih atas bantuan sana sini pak, jadi Sarjana Pammaseang Dosen, pak” Kata sang mahasiswa menjelaskan.




” Hahahahahaha. ……benar- benar kamu memang bodoh, kamu benar-benar bodoh” Tawa professor terpingkal-pingkal, diikuti senyuman, tawa kecil dan gelak tawa seluruh mahasiswa di kelas itu.
“Ha..ha..ha. …uhuk.. uhuk..uhuk.

Ternyata di dalam kelas ini ada juga kawan saya, kawan yang sama-sama pernah tinggal kelas, sayapun pernah tinggal kelas namun saya tetap bisa jadi professor. Jadi jangan ragu
jadi orang bodoh, tetaplah konsisten jadi orang bodoh” Kata Pak Professor. Serta merta seluruh mahasiswa mengarahkan tatapannya ke saya yang tanpa sadar masih tetap mengacungkan tangan dan sedikit kebingungan, “wah..wah.. kok bisa yah ada dosen mengarahkan mahasiswanya untuk tetap membudayakan kebodohannya.. weleh..weleh…” gumamku dalam hati.

Wah alangkah bangganya saya, selain setingkat dengan professor juga punya kawan seorang professor.
Sering pula jika lagi ngumpul dengan teman-teman di warung kopi dan tiba-tiba melintas orang gila atau yang masih setengah waras, serta merta kawan-kawan saya nyelutuk, “Hei itu ada kawan kamu, pergi sana
temanin dia”. Wah bangganya saya, karena berkawan dengan siapa saja.

Orang bodoh selalu dimengerti. Jika anda masih memiliki rasa kasihan dan perikemanusiaan yang tinggi maka pasti akan selalu mengerti tingkah dan polah orang bodoh.

Seperti sekarang, jika setelah anda membaca tulisan ini kemudian tidak mengerti dan paham apa makna tulisan ini, maka mengerti dan maklumlah karena anda sementara membaca tulisan dan pendapat orang bodoh!

ditulis dirumah kopi
19 Januari 2010