Tentang Dia

Saya masih juga terjaga, walau jarum jam terus berdetak tanpa henti. Deringnya mengingatkan saya bahwa hari telah berganti. Sudah senyap sebenarnya, tapi rangkaian lagu-lagu bajakan terus mengalun dari laptop ku. Ah, betapa sebuah lagu itu dapat mempengaruhi suasana hati.

Usiaku sudah tidak muda lagi, bahkan untuk sebagian orang, usia saya adalah tahap kematangan dan masa keemasan. Saya tidak terlalu memperdulikan hal itu, karena bagi saya age ain’t nothing but a number. Cuma penambahan hari, minggu, bulan, dan tahun, tidak menggambarkan lebih dari itu, apalagi sesuatu yang bernama kedewasaan.


Banyak rencana tergambar dalam benakku,semuanya tersusun dengan sangat rapi di alam sadar, ada juga dia sana. Ternyata tidak semua sesuai dengan yang diharapkan...,akankah semuanya menguatkan keyakinanku akan adanya hikmah disetiap kejadian yang terjadi.


Saya berhenti pada fase ini. Entahlah, bayangan akan seseorang pada masa lalu, yang ternyata masih enggan beranjak dari ruang terdalam, atau ketidakpastian yang sulit dilihat pada awalnya, membuat saya berjalan pada sebuah lorong, yang kedua sisinya terhalang tembok gelap. Saya belum berhasil mendefinisikan apa yang terjadi pada malam itu, saat saya melewati depan kantor walikota, di tengah malam, berkawan dengan kehidupan penghuni malam.
” Beraninya kau lewat di depan rumahku dan
berteriak keras memanggil namaku setiap saat... “

Saya membacanya, dan tersenyum. Sepanjang malam itu, langit seperti menjadi semakin kelam. Bunyi gitar pemuda pengamen di pinggiran laut menjelma menjadi gerakan pantomin pada bibir, yang berusaha dilihat oleh orang buta.

Atas nama perasaan, saya seharusnya terluka. Tapi atas nama logika, perasaanku tak pernah mengenal luka. Hanya ketidaksamaan waktu dan kesempatan, yang membuat harapan itu sirna.

Selamat malam ...., harummu menghilang, bahkan disaat aku belum berhasil mengendusnya. Malam ini aku menemukannya...dalam keadaan yang berbeda.

Ditulis: beberapa tahun lalu....