MEMBANGUN IMPIAN DENGAN FISIKA

Meski setiap siswa SMU dan mahasiswa eksakta pernah mendapat pelajaran fisika, namun fisika sebagai bidang ilmu dan lembaganya belum banyak dikenal. Akibatnya, seperti pemeo tak kenal maka tak sayang. Lebih lanjut, hanya sekitar sepuluh sampai dua puluh persen dari mahasiswa jurusan fisika yang mengambil fisika sebagai pilihan pertama saat tes masuk perguruan tinggi! Itu terjadi pada jurusan fisika di hampir semua universitas di tanah air.

Fisika sebagai Ujung Tombak
Kelebihan fisika ada pada kandungan fisika itu sendiri. Fisika adalah ilmu yang
"membahas fenomena alam dengan bahasa matematika. Sifat umum pembahasan di dalam fisika lebih menonjol pada aspek why-nya dibanding aspek how. Belajar suatu konsep fisika seringkali belajar sejarah konsep itu sendiri, sebelum disajikan formulasi matematis yang rinci dan lengkap.
Nuansa seni berfikir (the art of thinking) yang logis dan intuitif sangat dominan di dalam pengajaran fisika. Ditambah dengan materi khas fisika yakni mekanika kuantum dan mekanika statistik membuat mahasiswa fisika mempunyai pengalaman berabstraksi lebih. Materi khusus yang sesuai minat diberikan di tahap sarjana. Ada beberapa bidang minat di jurusan fisika FMIPA seperti Fisika Teori/Murni, Fisika Nuklir, Fisika Medis, Biofisika, Fisika Material Elektronik, Fisika Bumi, Fisika Komputasi dan Instrumentasi, dan bahkan belakangan ini ada juga Fisika Keuangan.
Kecintaan mahasiswa fisika pada ilmu pun tumbuh. Akibatnya lulusan fisika (LF) terkadang tampak suka melakukan petualangan intelektual dan memasuki wilayah baru yang asing dan menantang. Sebagai contoh, perhatikan fisikawan teoritik Stephen Wolfram yang terobsesi untuk melahirkan teori kemanunggalan alternatif. Wolfram keluar dari mainstream model building konvensional dan string theory. Di dalam bukunya The New Kind of Science kreator software numerik-simbolik mathematica ini menggabungkan konsep fisika, biologi, kimia dan sains komputer. Wolfram pun ditengarai berpeluang menjadi milyader baru terkaya menggantikan posisi Bill Gates (JH Sinamo, Kompas 29/7/2002).
Danah Zohar lulusan fisika MIT menaruh perhatian pada model holografik dari fikiran dan kesadaran. Di dalam bukunya Quantum Self dan Quantum Society Zohar mengajukan model kuantum bagi kesadaran untuk menjelaskan bagaimana otak dan neuronnya dapat bekerja secara terpadu dan koheren. Karya terbarunya The Spiritual Intelligence menyempurnakan evolusi ide kecerdasan mulai IQ yang muncul di awal abad dua puluh dan EQ yang diintrodusir Daniel Goleman pertengahan 1990-an.
Kedua contoh di atas sekedar melengkapi cerita klasik ketokohan Galileo, Newton, Einstein maupun Stephen Hawking. Dengan latar belakang demikian LF siap terjun di berbagai bidang. LF pun diserap di berbagai industri seperti perusahan eksplorasi minyak Pertamina atau Schlumberger, industri semikonduktor, industri pesawat IPTN (dulu), industri telekomunikasi maupun perbankan. Kita pun mempunyai dua ekonom yang latar belakang pendidikan sarjananya adalah fisika yaitu Dr. Umar Juoro dan Dr. Rizal Ramli. Hanya sebagian kecil yang di dunia pendidikan, itupun umumnya mereka yang terbaik di masing-masing angkatannya
LF yang melanjutkan studi di jurusan selain fisika umumnya merasa menjadi lebih mudah. Bahkan ketika di luar negeri mereka umumnya bisa menulis publikasi internasional lebih dari yang dipersyaratkan. Banyak contoh, salah satunya adalah LF yang melanjutkan studi di salah satu jurusan di fakultas tenik, universitas Hiroshima. Bidang yang digeluti adalah rekayasa skala nano (nano engineering) yang tentunya memerlukan penguasaan mekanika kuantum.
Ia sangat produktif menulis publikasi dan membuat profesornya mempunyai ambisi baru yakni menembus majalah Nature yang presitisius itu. Ambisi yang di luar kebiasaan profesornya yang pragmatis. Ia pun lulus sebagai doctor of engineering dengan tiga belas published paper, padahal syarat kelulusan hanya menuntut dua publikasi! Akibat lainnya, tahun lalu tiga LF ITB didatangkan untuk studi lanjut di universitas Hiroshima atas biaya lab sang profesor.
Utilitarianisme versus holisme
Pertanyaan lain yang sering mengemuka adalah untuk apa fisika khususnya fisika teoritik ini dipelajari dan dikembangkan. Untuk apa ?misalnya- mempelajari jagat raya terlebih di saat awal penciptaanya? Apa keuntungan- keuntungannya? Bukankah masyarakat kita masih harus memenuhi kebutuhan keseharian?
Di jurusan fisika seperti halnya di jurusan sastra, filsafat, atau sekolah tinggi agama memang tidak diajarkan bagaimana membuat roti. Namun kita pun mafhum bahwa kebutuhan manusia bukanlah sekedar pemenuhan isi perut dan penumpukan materi. Keresahan dan kegalauan hidup bukan hanya milik orang miskin. Tidak sedikit orang yang hidup dikelilingi materi namun masih didera keresahan berkepanjangan. Sebabnya, manusia terdiri dari dari jasad yang material dan ruh yang intelektual-spiritual. Kebutuhan keduanya harus dipenuhi secara berimbang.
Selain itu setiap disiplin ilmu terkait satu dengan lainnya membentuk pohon ilmu. Setiap bagian pohon mempunyai fungsi yang khas. Daun bisa untuk makan ternak, ranting untuk kayu bakar, pohonnya bisa untuk membuat jembatan dan seterusnya. Tidak fair bila berharap bisa membangun jembatan dari daun-daunnya seperti halnya tidak fair menuntut sarjana fisika bisa merancang kontruksi pesawat. Tetapi posisinya untuk menyiapkan material canggih untuk pesawat sangat sulit digantikan sarjana lain. Yang jelas saat pesawat ulang-alik Challenger milik NASA mengalami musibah tahun 1980-an lalu, tim pelacak penyebab musibah adalah fisikawan kocak Richard Feynman. Ia pun menemukannya dalam waktu yang amat singkat.
Atau meminjam pernyataan pemenang Nobel ilmu ekonomi 1998 Armatya Sen bahwa pembangunan harus difahami sebagai peluasan kebebasan dalam arti peningkatan kemungkinan orang mencapai sasaran-sasaran yang mereka nilai tinggi. Sen pun menunjukkan bahwa peningkatan kebebasan orang bernilai instrumental seperti meningkatkan kesejahteraan ekonomis, dan merupakan nilai pada dirinya sendiri. Menggunakan pendekatan ini jelaslah bahwa pendekatan utilitarianistik belaka tidaklah memadai. Manusia dengan segala usahanya tidak bisa difahami dan diukur dengan pendekatan ekonomis semata.
Manusia adalah mahluk yang ingin tahu bahkan terhadap hal-hal yang diluar jangkauan akalnya sekalipun. Manusia mahluk transenden yang tak pernah puas dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Bahkan leluhur manusia, Adam yang telah diberi pengetahuan langsung oleh Allah dan berpengetahuan lebih ketimbang mahluk lain masih saja ingin tahu rahasia buah kuldi. Rasa ingin tahu manusia tak pernah terpuaskan, ia terus bertanya dan bertanya. Pengetahuan itu sendiri adalah kehormatannya.
Jagat raya membuka diri untuk diselidiki oleh manusia. Bahkan melaluinya diharapkan manusia juga bisa memahami Sang Pencipta dengan segala kehendakNya secara lebih komprehensif. Fisika menyelidiki misteri jagat ciptaan tersebut baik yang mikro maupun makro. Manfaat fisika selain seperti diuraikan terdahulu, fisika merangsang manusia untuk memperluas wawasan dan mengembangkan imajinasi serta fantasinya. Dan fantasi inilah yang paling diperlukan manusia bila ia ingin maju. Fantasi atau impian ini membangkitkan fisikawan untuk terus berfikir perkara-perkara besar dan jauh. Impian ini disebarluaskan pada masyarakat dan lahirlah proyek-proyek ilmiah raksasa dan atau terdepan (frontier).
Akselerator Linier Stanford (SLAC) di Palo Alto California dibangun tahun 1960-an. Akselerator sepanjang dua mil ini digunakan untuk mengakselerasi elektron hingga mencapai energi 17 GeV. Satu giga elektron volt (GeV) adalah energi elektron yang berada di daerah berpotensial listrik satu milyar volt! Bila elektron ini ditumbukkan pada proton maka terjadilah disintegrasi proton kedalam beberapa quark. Laboratorium besar lainnya di Amerika, misalnya Brookhaven National Laboratory (BNL) di Long Island New York dan Fermi National Accelarator Laboratory (Fermilab) di Chicago. Amerika pun berusaha terdepan dalam sains material dan teknologinya dengan mencanangkan proyek teknologi skala nano sampai tahun 2020.
Laboratorium ambisius juga dibangun di Genewa Swis yaitu Centre Europenne Pour la Recherche Nucleare (CERN). Akselerator penumbuk elektron-positron yang bisa mencapai energi sebesar 100 GeV ini berradius sekitar dua kilometer. Tahun 1983 lalu, CERN mendeteksi partikel W pembawa gaya lemah yang diprediksi oleh teori elektrolemah. Satu tahun kemudian Dr. Carlo Rubia pimpinan proyek tersebut mendapat nobel fisika. Laboratorium besar fisika partikel Eropa lainnya adalah Deutsches Elektronen- Synchroton (DESY) di Hamburg Jerman.
Di Jepang laboratorium SuperKamiokande (SuperK) dibangun satu kilometer di bawah permukaan tanah di gunung Kamioka dekat Toyama. SuperK berhasil mendeteksi massa kecil neutrino pada 1998 lalu dan menjadi rujukan utama bidang flavor physics. Tahun 2005 ini Jepang akan membangun laboratorium sejenis lima kilometer di bawah permukaan air. Sedang di Cina ada Beijing electron-positron collider, akselerator versi SLAC SPEAR yang diupgrade.
Proyek-proyek tersebut barangkali tidak langsung bermanfaat dan lahir dari orang-orang yang tertarik pada hal-hal yang jauh ke depan. Orang-orang tersebut membuka cakrawala pandang jauh menembus ruang waktu sekaligus merangsang keinginan kita. Mereka mengajak memahami pilihan dan kebijakan Tuhan dalam penciptaan, mengenali pola dan perusakan simetri yang dibuatNya, ataupun mengarungi dimensi ekstra yang mengkerut selama evolusi jagat raya.
Penggalian prasasti Batutulis Agustus lalu bisa difahami dengan perspektif fantasi ini. Demikian pula dengan tayangan sinetron-sinetron gedongan dan cerita-cerita sakti lainnya di layar kaca. Miskinnya imajinasi dan fantasi telah menuntun pada tindakan-tindakan lucu dan naif. Fisika mengatasi dengan caranya yang khas. Ia menawarkan fantasi dan impian dengan energi besarnya yang sanggup memecah kebekuan serta mendobrak kejumudan.

*) Staf Fisika Fans Club dan Jurusan Fisika FMIPA-ITS, alumni Universitas Hiroshima Jepang.
Diterbitkan di Harian Surya (21 September 2002)